Bermasalah dengan Merah

Hal pertama yang paling saya takutkan saat ini adalah kehilangan data-data dalam notebook dan smart-phone tercinta karena separuh ingatan, pemikiran dan kenangan tersimpan di gadget tersebut (beginilah manusia 2.0 😀 ). Sedangkan, hal kedua yang tak kalah menakutkan adalah menempelnya warna merah ke tubuh saya! Karena saya merasa sebagian besar kepercayaan diri turut menguap, berbanding lurus dengan semakin banyaknya corak merah yang hadir.

Terakhir kali saya (terpaksa) mengenakan atasan warna merah adalah saat ada acara besar yang melibatkan ratusan orang di Cipanas enam tahun yang lalu. Itu pun saya memilih pinjam daripada beli! Saya hanya tak ingin sehelai pun kain merah menodai isi lemari. Dan terakhir saya mengenakan pakaian berlebihan adalah saat sering menari Jawa klasik dan melakonkan wayang orang di panggung, lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Dhapukan terakhir yang saya mainkan adalah berperan sebagai Pergiwa*. See, apa warna ageman Pergiwa? Hitam. Bukan Srikandhi (atau pun Wonder Woman?) yang selalu didominasi merah itu! Maaf, saya memang sangat bermasalah dengan merah.

Srikandhi meringkus raja raksasa foto diambil dari koleksi pribadi ibu saya

Srikandhi meringkus raja raksasa (foto diambil dari koleksi pribadi ibu saya)

OMG OMG... tak adakah warna lain selain merah??

OMG OMG... tak adakah warna lain selain merah??

Tepat kemarin lusa – saat prosesi pernikahan adik ipar hari Minggu, 11 Oktober 2009 (baca: 11.10.09) – saya kembali harus menghadapi dua hal mengerikan tersebut, yaitu wajib mengenakan pakaian merah dengan kadar berlebihan (ada motif bunganya pula).

Warna merah memang menjadi dress-code untuk pernikahan mereka. Bayangkan: siang hari bolong nan terik, manusia berbaju merah darah bergentayangan dimana-mana. Sungguh siksaan berat buat saya…

Saya butuh waktu 2 minggu untuk meyakinkan diri sendiri bahwa semua akan baik-baik saja jika mengenakan seragam keluarga berwarna merah menyala itu. Hingga akhirnya suami saya mengatakan, “Bagus kok, Bu. Cocok buat kamu.” Saya yang awalnya ingin menangis-bombay-dari-tiang-ke-tiang-sambil-tari-perut meratapi kenyataan pun *lebay*, tersenyum terhibur. Bagi saya, ucapan suami selalu saja mampu masuk ke sistem nilai, tanpa filter sama sekali. Karena saya sangat mempercayainya, termasuk selera beliau. Tentang apa pun.

[FYI, suami saya ini adalah teman yang sangat menyenangkan untuk diajak belanja baju dan aksesoris wanita loh. Ketika para suami terduduk manyun menunggui istrinya heboh memilah dan memilih baju, suami saya bisa dengan sigap memilihkan model, warna dan potongan baju untuk saya.] *tidak-menerima-pinjam-meminjam-suami* :p

Malam menjelang prosesi agung tersebut, saya tidak bisa tidur. Terbangun tepat pukul 00.00 dan tidak berkompromi untuk dipejamkan lagi. Saya pun mencari kesibukan di dapur hingga pagi menjelang, sembari berpikir kenapa saya sangat tidak menyukai merah. Apakah saya pernah mengalami trauma yang terasosiasi dengan warna merah? Tidak. Tidak sama sekali. Saya hanya tidak suka. Itu saja. Mungkin karena merah terlalu mencolok. Dan saya tidak menyukai warna yang terlalu menyiksa mata.

Mayoritas woman-stuff di dalam lemari saya memang bernuansa gelap. Saya hanya merasa nyaman dengan pilihan warna demikian. Itu saja. Eeeng,  masih ingat musuh Maria Mercedes yang cewek? Yang mengendarai motor berwarna pink, berjaket pink, bercelana pink, ber-helm pink. Ajaibnya, begitu masuk rumah, bajunya tiba-tiba berganti dengan gaun hitam panjang tanpa lengan? Ada satu episode dimana cewek itu membuka almari pakaiannya. Guess what, bajunya hitam semua, kan? Mungkin seperti itu jika Anda membuka lemari pakaian saya.

Well, saya pernah punya kaos kuning, itu juga pun karena ada garis hitam dan selalu saya padankan dengan celana+kerudung hitam. Saya punya sweater orange, itu pun warna khaki, jadi terlihat cukup soft di mata. Saya pernah punya kerudung ungu dan pink. Itu pun pemberian orang dan sekarang entah dimana. Barang-barang saya lebih didominasi warna-warna putih, hijau (yang gelap), biru (dongker), coklat (tua), abu-abu dan hitam. Dan seringkali polos, tanpa corak. Sepanjang ingatan, saya belum pernah memiliki baju warna merah. Oh oh, cuma satu barang berwarna merah yang saya miliki sekarang : payung. Tapi ya – lagi-lagi- ada dominasi hitam di sana. 😀

Demikianlah latar belakang status facebook saya dua hari yang lalu. Saya tulis dalam kondisi psikologis yang amat miris:

Pernahkah Anda melihat seorang Sanggita memiliki apapun – entah itu tas, baju, kerudung, sepatu, woman stuff, dst – berwarna merah? Jawabannya pasti T.I.D.A.K! Dan jika penggemar warna gelap ini, here and now, menggunakan kerudung+celana merah (darah, bo!) dengan atasan warna serupa motif bunga-bunga (OMG..), yakinlah ia pasti memang sedang berselera untuk disiksa. Silahkan tertawakan dia sekarang juga…

Mungkin seragam merah menyala nan berharga tersebut hanya akan terus tergeletak-enak di tumpukan baju terbawah di dalam lemari saya. Bukan saya menafikan prosesi besar nan bersejarah yang terjadi dibaliknya, tapi lebih karena selera.

Dan, selera tidak perlu diperdebatkan.

Note:

*Pergiwa adalah puteri Arjuna dengan Dewi Manuhara. Ia mempunyai saudara kandung, yang merupakan adik kembarnya, bernama Pergiwati. Pergiwa memiliki sifat dan perwatakan setia, baik budi, sabar dan jatmika (selalu dengan sopan santun). Ia menikah dengan Raden Gatotkaca, raja negara Pringgodani, putera Bima dengan Dewi Arimbi. Dari perkawinan tersebut, mereka memiliki putera yang diberi nama Arya Sasikirana.

11 Tanggapan to “Bermasalah dengan Merah”

  1. chalienda Says:

    ngapusiiiii!!!!
    lha sik nganggo kathok abang mranang-mranang
    pas halal bi halal kantora kae sopo?!!
    -membunuh karakter mode on-

  2. zefka Says:

    gak ada yg salah sama warna merah..
    Ayo mbak, coba lagi warna merah, sedikit demi sedikit pasti terbiasa dan gak parno lagi hehehee…

  3. andri sianipar Says:

    mantap artikelnya,,,
    kesimpulannya: hidup adalh piliha yang di dalam nya berisi ketentuan-ketentuan,
    masih takut sama merah?

  4. Halaman Putih Says:

    Soal selera sih, udah dari sononya. Dibilang gak suka tetap aja gak suka. Tapi dalam hal bumbu , bawang merah malah bikin makanan jadi lezat to? Coba deh dikombinasikan dengan sate kambing….

  5. zam Says:

    nyalakan merahmu!!

    *iklan udud*

  6. ke2nai Says:

    salam kenal ya mbak.. berarti mbak kebalikan dr sy.. sy ini penggemar warna merah.. sampe pernah suatu masa sy sempet kaget & baru sadar kl baju2 di lemari sy ternyata kebanyakan berwarna merah.. hehehe… Sekarang sih sy coba gak beli baju2 berwarna merah, bukannya gak suka cuma takut aja jd serba merah lagi lemarinya.. hehehe…

  7. Bundanya Dita Says:

    Mbak…lha foto diri pakai kebaya merah pas prosesi pernikahan adik ipar kok gak ditampilkan? Pengin membuktikan kebenaran penilaian sang misoa 😉

    ——
    Saya udah coba upload beberapa kali, Mbak. Tapi gagal terus. Kegedean keknya, hehe.. Ada di facebook siy. Ternyata ngga buruk-buruk amat. Memang keterlaluan merahnya 😦

  8. mbahsantosapati Says:

    walah wong gitu aja kok repot, pakai aja kaca mata ijo, kuning apa yg lain pasti gak takut lagi

  9. edratna Says:

    Mana…mana fotonya Gita pake warna merah?
    Duhh kok segitunya nggak suka dengan warna tertentu.
    Padahal kalau ditanya: “Apa warna kesukaanmu?” Jawabku, pasti merah….dan warna biru, hitam serta warna sejuk lain karena aturan kantor agar terlihat credible, harus pakai warna gelap dan sejuk.

    Sebetulnya warna gelap membuat kulit lebih bersih, juga lebih langsing….
    Kalau aku bikin acara dress code nya merah…mau datang nggak?

  10. Awandragon Says:

    Bermasalah dengan warna hitam saja

  11. seli_usel Says:

    . nyalakan merah mu..

    . jhahahai


Tinggalkan komentar